Suatu hari, (sebenarnya sich baru kemarin sabtu) aku mengikuti taraining organization di kampusku.
Acaranya cukup menarik dan cukup tidak menarik (lha, kok bisa). Menariknya sich, mungkin saat penyampaian materi dari maS teja (seniorku di kampus, yang juga mantan ketua BEM STTN BATAN). Kelihatannya sich beliau sudah punya sejuta pengalaman saat berbicara di depan suatu forum. Selain isi ceramahnya yang asyik untuk di ikuti. Beliau juga mengisi sedikit games dan humor di sela-sela presentasinya. Yang buat acara TO ini gak menarik sich mingkin, waktunya lama banget, dari jam 8 pagi sampai sekitar jam 5an. Padahal waktu itu, aku lagi menjemur pakaian di kostku. Karena hujan, saat pulang aku dapati pakaianku pada basah semua (kasian dech aku...).
Cukup basa-basinya, dalam TO kemarin ada peserta TO yang menanyakan tentang masalah "takdir" kepada pembicara. Masalah takdir memang tidak akan habis bila di bahas seharian penuh. Inti pertanyaan gini " Mengapa kita harus berusaha mengubah takdir, sedangkan sebenarnya takdir sudah di tetapkan oleh Yang Maha Kuasa". Hal ini menjadi cukup menarik, karena kalau di pikir-pikir juga memang benar. Tetapi, setahu pengetahuan saya ada ayat Al Qur'an yang berisikan bahwa kita harus berusaha untuk merubah takdir yaitu surat Ar-Ra’ad ayat 11. ”Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”. Sebenarnya masalah takdir dari zaman dahulu sudah menimbulkan perdebatan. Untuk lebih jelasnya simak hasil penelusuranku dar pak GOOGle berikut :
Meyakini takdir Allah dalam Islam
Dalam perjalanan sejarahnya, Islam pernah terkontaminasi pemikiran dari luar Islam tentang memahami masalah taqdir. Sehingga muncul paham yang saling bertolak belakang yaitu paham Jabariyah dan paham Qadariyah.Paham jabariyah muncul karena terpengaruh dengan pemikiran dari aliran Determinismus dalam Theologis Islam. Paham ini mula-mula timbul di khurasan (Persi) dengan pemimpinnya yang pertama bernama Jaham bin Shafwan dan karena itu madzhab ini disebut juga Madzhab Jahamiyah. Madzhab ini banyak persamaannya dengan Madzhab Qurra dalam agama Yahudi dan Madzhab Yakubiyah dalam agama Kristen.
Ternyata Jaham bin Shafwan mendirikan aliran Jabariyah ini belajar dari seorang Yahudi yang masuk Islam bernama Thalud bin A’sam. Paham Jabariyah ini berpendirian bahwa Allah saja yang menentukan, menetapkan dan memutuskan segala nasib hingga amal perbuatan manusia. Hanya Qudrat dan Iradat Allah yang berlaku. Manusia diibaratkan sebagai kapas yang berterbangan mengikuti tiupan angin. Manusia tidak mempunyai kemampuan memilih jalan hidupnya. Perbuatan baik atau jahat yang dilakukan manusia sudah ditetapkan Allah. Paham Jabariyah melegitimasi pendiriannya dengan berpegang kepada Ayat al-Qur’an surat Ash-Shaffat ayat 96. ”Sesungguhnya Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” Dalam perkembangan sejarahnya, paham ini berkembang dan banyak diikuti oleh umat Islam.
Setelah itu, muncullah paham lain yang bertolak belakang dengan paham Jabariyah. Paham ini menyebut dirinya dengan nama Indeterminismus Theologis Islam. Dipelopori oleh Ma’bad al Juhani al Bisri dan al Ja’du bin Dirham, sekitar tahun 70 Hijriah atau 689 Masehi. Jika paham Jabariyah menyatakan bahwa semua perbuatan manusia berpangkal kepada Qudrat dari Idarat Allah, maka para penguasa dari golongan ini menyandarkan semua perbuatan dan kedzaliman yang dilakukan, kepada kehendak Allah.
Maka muncullah paham Qadariyah menuntut keadilan dan meletakkan pertanggungjawaban atas perbuatan pelakunya.Dalam menentang paham Jabariyah, pihak Qadariyah telah melampaui batas dengan menyangkal adanya kekuasaan Allah Swt. mencipta makhluk-Nya, kemudian makhluk itu sendiri yang menentukan segala sesuatu dalam hidupnya. Setelah mencipta, Allah tidak berkuasa lagi atas ciptaan-Nya. Mereka berpendapat bahwa makhluk itu sendiri yang mengatur dirinya melalui hukum sebab akibat. Untuk melegitimasi pendiriannya, paham Qadariyah berperang kepada al-Qur’an surat Ar-Ra’ad ayat 11. ”Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Dalam perjalanan sejarah, tidak jarang para pengikut paham Jabariyah bertikai dengan para pengikut paham Qadariyah. Jika pertikaian itu diwarnai oleh emosional, tidak jarang mereka saling menumpahkan darah. Seharusnya hal tersebut tidak perlu terjadi, bilamana masing-masing pihak mengetahui dan menyadari bahwa paham-paham tadi sebenarnya bersumber dari luar Islam yaitu dari falsafah Yunani Kuno, merembes ke dalam agama Yahudi kemudian dibawa oleh Thalud bin A’sam (Yahudi muslim) masuk dan berpengaruh dalam pemikiran umat Islam.
Sebenarnya dalam Islam, untuk memahami taqdir Allah, tidak harus melalui paham Jabariyah maupun paham Qadariyah. Untuk memahami taqdir Allah, dapat dijelaskan sebagai berikut. Bahwa sesungguhnya segala sesuatu yang ada di alam semesta ini bisa terwujud karena memang dikehendaki oleh Allah. Semua itu berdasarkan Iradah Allah. Sekarang marilah kita telaah mengenai Iradah Allah itu.
Sesungguhnya Iradah (kehendak) Allah itu ada tiga lapis yang merupakan satu kesatuan. Lapis pertama disebut Iradah umum yaitu berlakunya SunatuLlah. Bumi, bulan matahari dan bintang-bintang beredar pada orbit masing-masing, itu termasuk SunatuLlah. Api itu panas, air itu mengalir kebawah, benda jatuh ke bumi, itu juga SanatuLlah. Jika ingin pandai harus belajar, jika ingin kaya harus bekerja dan berhemat, itu juga SanatuLlah. Tidak memandang apakah dia seorang muslim ataukah dia seorang kafir, jika giat belajar akan menjadi pandai, jika rajin bekerja akan berhemat akan menjadi kaya.
Selanjutnya, lapis kedua disebut Iradah khusus yaitu berlakunya undang-undang Allah bagi kehidupan manusia, di sebut juga syari’at. Terhadap syari’at Allah ini manusia terbagi menjadi tiga golongan. Ada golongan yang ta’at disebut mu’min, ada golongan yang ingkar disebut kafir, dan ada golongan yang setengah-setengah disebut munafik. Munafik yaitu orang yang tidak sama antara perkataan dan perbuatannya. Manusia diberi kemampuan, kebebasan, dan kesempatan untuk memilih. Hasil pilihannya menjadi tanggung jawabnya.
Jadi Allah tidak memaksa manusia harus pilih yang mana. Pemilihan diserahkan sepenuhnya kepada manusia dengan dibekali akal dan qalbu. Jika ada manusia dengan akal dan qalbunya manjatuhkan pilihan jadi kafir, risiko ditanggung sendiri. Sedangkan yang memilih menjadi seorang mu’min, hasilnya juga dinikmati sendiri.
Selanjutnya, lapis ketiga disebut Iradah super khusus yaitu berlakunya hak prerogatif Allah. Dalam kehidupan sehari-hari, di suatu negara Republik, Presiden mempunyai hak prerogatif dan bisa digunakan untuk membatalkan berlakunya hukum yang berdasarkan undang-undang yang berlaku. Sebagai contoh : seorang dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan. Tentu pengadilan menjatuhkan putusan berdasarkan undang-undang. Kemudian yang bersangkutan mengajukan grasi kepada Presiden. Dengan hak prerogatifnya, presiden mengubah hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup.
Jika seorang Presiden mempunyai hak prerogatif, tentulah Allah yang Maha Pencipta Alam Semesta mempunyai hak prerogatif yang tidak bisa diganggu gugat. Jika kepada Presiden diajukan yang namanya grasi, maka seorang hamba Allah untuk menghadirkan hak prerogatif Allah yaitu dengan melalui do’a yang diikuti dengan ikhtiar yang sungguh-sungguh. Jadi taqdir Allah itu didahului dengan usaha sungguh-sungguh dibarengi dengan do’a yang bersungguh-sungguh pula. Inilah pemahaman taqdir dalam Islam secara tepat dan benar. Insya Allah.
semoga bermanfaat..
2 komentar:
Wayne Rooney : Liverpool akan memenangkan Liga Premier
Salam kenal
Pertama kali aku baca artikel ini aku merasa artikel ini sangat bermanfaat bagi banyak orang dan sangat berfaedah.
Makasih ya sudah berbagi, semoga semuanya sehat selalu :)
Salam Bella ^^
KENALAN YUK GAESS
Posting Komentar
Pengunjung blogku yang terhormat,
Sebagai pengunjung yang baik, tidak salahnya anda memberikan kritik, saran maupun opini yang bersifat membangun, untuk kebaikan di masa yang akan datang.
atas perhatiannya dan komentarnya saya ucapkan, terima kasih....